Februari 18, 2020

Politisi Muda

kandidat #pilkada2020 usia dibawah 40 tahun dan artikel digital political marketing

DIGITAL AWARENESS [Langkah#2 Digital Political Marketing]

Langkah ini, berdasarkan pengalaman saya, adalah proses yang paling sulit dalam meningkatkan POPULARITAS politisi. Tujuan di tahapan ini adalah agar calon pemilih memiliki ingatan yang kuat terhadap politisi. Dan ingatan tersebut sudah sesuai dengan yang kami harapkan. Berbahaya kalau berbeda, kuatir nanti kontra produktif apalagi sampai melahirkan persepsi negatif. Walau dalam politik, persepsi negatif bisa diubah menjadi persepsi positif dalam sekejap. Ini bagian dari “the art of politics”. Tapi ini materi yang berbeda sama sekali. Butuh tulisan tersendiri. 😁

Saat #pileg2019 kemarin, saya menyebut Awareness dengan “sadar-caleg”. Bertujuan agar calon pemilih di dapil, terutama yang memiliki akun social media, memiliki kesadaran pada level tertentu terhadap caleg yang kami tangani.

Apa sajakah level kesadaran yang kami harapkan? Ada 2 jenis level kesadaran. Pertama, level kesadaran yang mendalam (thick). Kedua, level kesadaran yang sederhana (thin). Kedua level awareness ini saya gunakan untuk jenis caleg yang berbeda.

Untuk “Thick-Awareness“, saya gunakan untuk caleg yang memiliki konsep, visi-misi, dan program yang memang layak untuk diketahui calon pemilih. Caleg model ini biasanya sangat serius berniat untuk mengubah kondisi masyarakat dan perpolitikan menuju kearah yang semakin baik. Mereka visioner. Tidak ingin tampil hanya sebagai politisi biasa, tapi yang juga mengedukasi pemilih. Tim saya harus banyak berdiskusi dengan caleg model ini agar memiliki pemahaman yang sama terhadap semua konsep dan program yang ingin disampaikan kepada netizen lokal. Berat memang, tapi menambah wawasan dan pengetahuan. Kami banyak tercerahkan dengan model politisi seperti ini.

Untuk “Thin-Awareness“, biasanya saya gunakan untuk jenis caleg-petahana. Ini jenis politisi yang sudah punya modal popularitas yang cukup. Jadi hanya perlu diperbanyak proses awareness-nya untuk menanamkan beberapa atribut brand yang diperlukan di benak calon pemilih. Atribut brand yang perlu ditanamkan adalah nama, wajah, nomer urut, slogan, dan logo partai. Konten yang kami gunakan persis seperti konten untuk mempromosikan artis. Fokusnya kepada hal-hal yang bersifat emosional. Seperti kegantengan/kecantikan, kharismatik, kepedulian, perhatian, keberpihakan, responsif dengan isu terkini, dan banyak hal lain yang diharapkan bisa menyentuh hati calon pemilih.

Baik politisi yang dipopulerkan dengan cara “Thick-Awareness” maupun “Thin-Awareness”, keduanya membutuhkan media lain yang lebih dipercaya untuk memperkenalkan “kehebatan” politisi tersebut. Contoh media lain yang dibutuhkan adalah testimoni dari pihak yang dianggap punya daya pengaruh terhadap netizen lokal. Bisa tokoh masyarakat ataupun tokoh di ranah social media. Bisa Influencers, bisa juga Endorsers. Secara seenaknya saya mendefinikan Influencers sebagai akun-akun di social media yang memiliki followers tinggi. Dan mendefenisikan Endosers sebagai Influencers untuk bidang tertentu. Silahkan saja kalau mau protes. 😄

Berdasarkan pengalaman kami membangun popularitas para caleg, juga para politisi di beberapa pilkada sejak tahun 2012, ada pertanyaan kritis yang perlu dijawab selama proses mengenalkan politisi dijalankan. Yakni, Mengapa Anda ingin menjadi Politisi? Mengapa Anda ingin jadi Caleg? Mengapa Anda layak menjabatnya? Apa sebenarnya yang Anda cari?

Sayangnya, pertanyaan ini tidak selalu keluar dari bibir calon pemilih. Tapi mata mereka yang memperlihatkan dan “menyuarakan” pertanyaan tersebut. Saya tidak akan mengetahuinya bila tidak turun langsung menjadi caleg dan merasakannya sendiri. Benar bahwa netizen juga mempertanyakan tersebut. Tapi kita mudah menjelaskannya. Walau kita tidak bisa mengukur hasil dari jawaban tersebut secara akurat. Karena itu ada di dalam hati mereka. Dan itu hanya bisa terlihat jelas dari mata mereka saat bertemu langsung. Menatap matanya jauh ke dalam sampai ke hati mereka.

Itu sebabnya saya memaksa para caleg yang kami tangani untuk sedini mungkin, sebanyak mungkin, bertemu langsung dengan calon pemilih mereka. Rajin turun ke dapil. Banyak pertanyaan muncul di benak calon pemilih saat bertemu calon wakil mereka di pemerintahan.

Dan politisi hebat adalah politisi yang mampu menjawabnya dengan sangat memuaskan, bahkan sebelum pertanyaan tersebut diungkapkan oleh calon pemilih. Ini efeknya kuat sekali. Calon pemilih akan menjadi pemilih yang fanatik dan tak tergoyahkan oleh money-politics. Itu sudah saya buktikan sendiri. 😊

Jadi, kalo ada politisi yang mengeluhkan money-politics, menurut saya, itu karena disebabkan oleh 2 hal. Pertama, karena beliau belum tahu caranya. Dan yang kedua, dia sakit hati karena tidak punya dana sebanyak kompetitornya. 😂

Kelak saya akan uraikan apa saja yang diperlukan untuk mengatasi masalah money-politics yang kerap terjadi di pesta demokrasi kita. Namun, agar lebih kuat tulisan saya, saya akan terapkan dulu untuk semua klien saya di #pilkada2020. Semoga ini menjadi jalan untuk memperbaiki wajah demokrasi Indonesia ke depannya. Aamiin 😇

Terima kasih telah membaca tulisan ini dan membagikannya kepada yang lain. 🙏😊

PS:
Muhammad Faisal adalah caleg-penantang yang sangat sadar pentingnya testimoni dari para ulama dan politisi yang memiliki popularitas sangat tinggi. Silahkan cek IG @mfaisalbahar untuk melihat postingan yang bertujuan meningkatkan popularitas beliau sebagai santri milenial yang terjun ke dunia politik dan menang. Alhamdulillah 🥰